Senin, 29 November 2010

URETHROTOMY

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria dan wanita, uretra mempunyai fungsi utama untuk mengalirkan urin keluar dari tubuh. Saluran uretra juga penting dalam proses ejakulasi semen dari saluran reproduksi pria. Uretra pria berbentuk pipa yang menyerupai alat penyiram bunga.
Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya jaringan fibrotik pada dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin keluar dari tubuh. Urin yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat menyebabkan banyak komplikasi, dengan komplikasi terberat adalah gagal ginjal.
Striktur uretra masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada bagian dunia tertentu. Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, karena uretra pada wanita lebih pendek dan jarang terkena infeksi. Segala sesuatu yang melukai uretra dapat menyebabkan striktur. Orang dapat terlahir dengan striktur uretra, meskipun hal itu jarang terjadi.


TINJAUAN TEORI

A.  Definisi Urethrotomy
Definisi 'urethrotomy'  secara umum yaitu Sebuah sayatan pada uretra.  Sayatan  untuk menghilangkan penyempitan uretra.
Urethrotomy dilakukan apabila batu atau kristal tidak berhasil dimasukkan ke dalam vesika urinaria menggunakan kateter. Keberadaan batu atau kristal tadi dapat dideteksi dengan menggunakan kateter atau sonde yang panjang. Setelah batu atau kristal diketahui posisinya, maka dilakukan sayatan pada uretra kemudian batu atau kristal tersebut dikeluarkan. Selanjutnya, kateter dimasukkan sampai ke dalam vesika urinaria, lalu sayatan dijahit.
Menurut Tricia Christensen Ellis, Urethrotomy adalah operasi tertutup, bukan salah satu yang terbuka, dan merupakan salah satu dari beberapa pilihan yang tersedia untuk mengobati striktur. Urethrotomy bukan operasi panjang tapi bisa menyakitkan dan anestesi diperlukan. Paling sering, operasi dilakukan di bawah anestesi umum
Menurut Dr Richard Santucci Reuters Health,  urethrotomy merupakan "Pengobatan yang paling umum untuk striktur uretra laki-laki tapi sayangnya prosedur ini memiliki tingkat keberhasilan yang sangat miskin jangka panjang.
Menurut laporan para peneliti dalam edisi Mei Journal of Urology, urethrotomy merupakan cara mengobati penyempitan uretra pada pria, tingkat keberhasilan kurang dari 10% awalnya dan dapat jatuh ke nol dari waktu ke waktu.
Menurut BMI kesehatan, urethrotomy adalah operasi untuk mengobati penyempitan uretra (tabung yang membawa air seni dari kandung kemih ke penis). penyempitan ini biasanya disebabkan oleh pembentukan jaringan parut setelah peradangan, infeksi atau cedera. Hal ini dapat menyebabkan aliran urin lambat, sering dengan dribbling, pendarahan sakit, dan infeksi.

Manfaat dari operasi uretra adalah aliran yang lebih baik dari air seni, kandung kemih dan perlu ditingkatkan mengosongkan kurang untuk bangun di malam hari. Anda juga harus kurang rentan terhadap infeksi.









Gambar  A, garis-garis eksisi di bagian paling padat dari penyempitan dan urethrotomy punggung ke proksimal uretra sehat dan distal.








Gambar B, penyebaran fiksasi berikutnya graft mukosa bukal yang mendasari badan jasmani. (Dicetak ulang dari Abouassaly R, Angermeier KW urethroplasty anastomotic Augmented J Urol 2007;... 177:2211-2216, dengan izin dari American Urological Association.)


A.  Pembagian Uretrotomy
Uretromi terbagi atas 2 bagian yaitu :
a.    Uretrotomi Interna
Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser atau elektrokoter.
Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada wanita dengan striktur uretra.
Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi.
b.    Uretrotomi eksterna
Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat, cara ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm.
Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotik.
Stadium I, daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateter selama 5-7 hari.
Stadium II, beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak, dilakukan pembuatan uretra baru.
Uretroplasty dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi Sachse.
Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah daerah striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan menyertakan pembuluh darahnya.

B.  Striktur Urethra
1.    Pengertian
Striktur urethra adalah penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan fibrotik (jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra. (UPF Ilmu Bedah, 1994)
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan kontraksi. (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468).
Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan panjangnya uretra. (C. Long , Barbara;2000 hal 338)
Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil.
2.    Etiologi
Striktur uretra dapat disebabkan oleh setiap peradangan kronik atau cedera. Radang karena gonore merupakan penyebab penting, tetapi radang lain yang kebanyakan disebabkan penyakit kelamin lain, juga merupakan penyebab uretritis dan periuretritis. Kebanyakan striktur ini terletak di uretra pars membranasea, walaupun juga bisa ditempat lain.
Trauma uretra dapat terjadi pada fraktur panggul dan karena cedera langsung, misalnya pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda lelaki sehingga terjadi cedera kangkang. Yang juga tidak jarang terjadi ialah cedera iatrogenik akibat kateterisasi atau instrumentasi.
Penyebab lain terjadinya striktur uretra ialah tindakan-tindakan bedah seperti bedah rekonstruksi uretra terhadap hipospadia, epispadia, kordae, dan bedah urologi.
Striktur uretra paling sering terjadi pada pria karena uretra pria lebih panjang daripada uretra wanita. Penyebab lainnya ialah tekanan dari luar uretra seperti tumor pada hipertrofi prostat benigna, atau pun juga bisa diakibatkan oleh kelainan congenital, namun jarang terjadi. Resiko striktur uretra meningkat pada orang yang memiliki riwayat penyakit menular seksual, episode uretritis berulang, atau hipertrofi prostat benigna.
3.    Anatomi fisiologi Uretra
Urethra adalah suatu tabung yang berfungsi untuk mengalirkan urine dari kandung kemih ke dunia luar. Uretra pada laki-laki lebih panjang dari wanita.
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine  keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria organ ini  berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.
Uretra ini diperlengkapi dengan spingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dinding terdiri atas otot polos yang disyarafi oleh sistem otonomik dan spingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior, dinding terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keingian seseorang. Panjang uretra dewasa ± 23-25 cm.
Secara anatomis uetra terdiri dari dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh  spingter uretra eksternal.
Uretra posterior pada pria  terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis.
Bagian akhir dari vasdeferen yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kanan dan kiri verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara didalam duktus prostatiks yang tersebar di uretra prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas: 1. Pars bulbosa, 2. Pars pendularis, 3. Fossa navikulare, dan 4. Meatus uretra eksterna. Didalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada didalam diafragma urogenitalis bermuara diuretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar para uretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.




4.    Patofisiologi
Striktur Uretra Trabekulasi, sarkulasi dan vertikal : Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, sesuai dengan hukum starling, dan apabila otot diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal dan akan terjadi trabekulasi pada fase compensasi, setelah itu pada fase decompensasi timbul sirkulasi dan vertikel menonjol di luar buli-buli. Dengan demikian divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.
Residu urine Pada fase compensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat timbul residu. Pada fase dekompensasi akan timbul residu, residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing dalam keadaan normal residu ini tidak ada.
Refluks vesiku uretra Dalam keadaan normal pada saat b.a.k urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesikel yang meninggi maka akan terjadi refluks yaitu urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ke ginjal. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal Dalam keadaan normal buli-buli dalam keadaan stent. Salah satu cor tubuh mempertahankan buli-buli dengan perlu setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil.
Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli gampang terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli akan timbul refluks, maka timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya. Inflitrat urine, abces dan fistulla Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang maka timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proximal dari striktur urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul meninggi abces, abces pecah pistel disuprapubis atau uretra proximal dari striktur.
5.    Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan kemudian timbul sebagai sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti digambarkan pada hipertrofi prostat.
Gejala klinis yang sering ditimbulkan oleh striktur antara lain disuria, kesuliran berkemih, pancaran kemih yang menurun, frekuensi kemih yang abnormal, rasa tidak nyaman, hematuria, nyeri pelvis atau bagian bawah perut, pengosongan kantung kemih yang tidak puas.
6.    Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis. Pada anamnesis bertujuan untuk mencari gejala dan tanda dari striktur urethra juga untuk mencari penyebab striktur urethra.
Pemeriksaan Fisik. Pada pemeriksaan fisik, bertujuan untuk mengecek keadaan penderita juga untuk meraba fibrosis di urethra, infiltrat, abses atau fistula.
Pemeriksaan Pembantu/Penunjang. Pemeriksaan ini terdiri atas:
a. Laboratorium:
1)   Urine dan kultur urine untuk melihat adanya infeksi.
2)   Ureum dan kreatinin untuk menilai fungsi/faal ginjal.
b. Radiologi:
Diagnosis pasti dapat dibuat dengan uretrografi, yaitu retrograde uretrografi (RUG) dan voiding cysto uetrografi (VCUG). Cara melakukan pemeriksaan ini adalah dengan memasukkan bahan/zat kontras ke dalam urethra menggunakan adaptor khusus yang terdapat pada lapisan ujung penis. Film dibuat pada saat kontras dimasukkan dan setelah berkemih. Dengan pemeriksaan ini diharapkan disamping dapat dibuat diagnosis striktur urethra juga dapat ditentukan panjang striktur, ini penting untuk perencanaan terapi/operasi.
c. Uretroskopi:
Pemeriksaan dengan endoskopi untuk melihat secara langsung adanya striktur.
d. Uroflometri:
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan jumlah urine yang dipancarkan per detik normal flow maksimum laki-laki adalah 15 ml/detik, dan wanita 25 ml/detik.
7.    Terapi
Beberapa pilihan terapi yang dapat dilakukan antara lain :
a.    Dilatasi, balon kateter atau dialtor (plastik atau metal) dimasukkan ke dalam uretra untuk membuka daerah yang menyempit.
b.    Obturation, benda yang kecil, elastis, pipa plastik dimasukkan dan diposisikan pada daerah striktur.
c.    Uretrotomi (Endoscopic internal urethrotomy or incision), teknik bedah dengan derajat invasif yang minim, dimana dilakukan tindakan insisi pada jaringan radang untuk membuka striktur. Tindakan ini dikerjakan dengan menggunakan kamera fiberoptik dibawah pengaruh anastesi.
d.   Uretroplasti atau rekonstruksi uretra terbuka, ada dua jenis uretroplasti yaitu uretroplasti anastomosis (daerah yang menyempit dibedah lalu uretra diperbaiki dengan mencangkok jaringan atau flap dari jaringan di sekitarnya) & uretroplasti subsitusi (mencangkok jaringan striktur yang dibedah dengan jaringan mukosa bibir/ Buccal Mucosa Graft, jaringan kelamin, atau jaringan preputium/ Vascularized preputial or genital skin flaps).
e.    Prosedur rekonstruksi multipel (perineal urethrostomy), tindakan bedah dengan membuat saluran uretra di perineum (ruang antara anus dan skrotum).
b.    Penggunaan antibiotik diindikasikan pada pasien yang memiliki infeksi saluran kemih. Antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan hasil tes kepekaan. Jika hasil tes kepekaan steril, maka antibiotik dapat diindikasikan atas profilaksis seperti ampisilin atau sefalosporin generasi ke I atau aminoglikosida (gentamisin, ibramisin).
c.    Uretroplastik adalah perbaikan cara bedah terbuka dengan cara pendekatan melalui bawah abdominal, perawatan pasien serupa dengan pasien setelah menjalani bedah urology. Striktura uretra pada wanita Etiologi striktur pada wanita berbeda dengan laki-laki, etiologi striktur uretra pada wanita kadang-kadang kronis biasanya diderita oleh wanita di atas 40 tahun dengan syndroma cystitis berulang yaitu dysuria, frequency dan urgency. Diagnosa striktur uretra dibuat dengan bougie aboule, tanda khas dari pemeriksaan bougie aboule adalah pada waktu dilatasi terdapat flik/hambatan. Pengobatan dari striktur uretra pada wanita dapat dilatasi kalau gagal dengan otisurethrotomie.
8.    Komplikasi
Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kantung kemih. Penumpukan urin dalam kantung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi, yang dapat menyebab ke kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas lokasi striktur juga dapat terjadi, sehingga menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan di bawahnya.
Selain itu, resiko terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala sulit ejakulasi, fistula uretrokutaneus (hubungan abnormal antara uretra dengan kulit), dan gagal ginjal (jarang).
9.    Prognosis
Striktur urethra sering kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani pemeriksaan secara teratur ke dokter. Penyakit ini dinyatakan sembuh bila setelah dilakukan observasi selama 1 tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.


10.     Pencegahan
Menghindari terjadinya trauma pada uretra pelvis
Tindakan transuretra dengan hati-hati, seperti pada pemasangan kateter
Menghindari kontak langsung dengan penderita yang terinfeksi penyakit menular seksual dengan jalan setia pada satu pasangan dan memakai kondom,
Pengobatan dini striktur uretra dapat menghindari komlikasi seperti infeksi dan gagal ginjal.

C.  Penyebab
Striktur uretra dapat terjadi secara:
1.    Kongenital
Striktur uretra dapat terjadi secara terpisah ataupun bersamaan dengan anomali saluran kemih yang lain.
2.    Didapat.
a.    Cedera uretral (akibat insersi peralatan bedah selama operasi transuretral, kateter indwelling, atau prosedur sitoskopi)
b.    Cedera akibat peregangan
c.    Cedera akibat kecelakaan
d.   Uretritis gonorheal yang tidak ditangani
e.    Infeksi
f.     Spasmus otot
g.    Tekanan dari luar misalnya pertumbuhan tumor (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468 dan C. Long , Barbara;1996 hal 338).




ASUHAN KEPERAWATAN

A.  Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosis keperawatan.
Pengkajian terhadap klien dengan gangguan urologi meliputi pengumpulan data dan analisa data. Dalam pengumpulan data, sumber data klien diperoleh dari diri klien sendiri, keluarga, perawat, dokter ataupun dari catatan medis. Pengumpulan data meliputi :
1. Biodata klien
Biodata klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medik.
2. Biodata penanggung jawab
meliputi : umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan keluarga.
3. Keluhan utama
Merupakan keluhan klien pada saat dikaji, klien yang mengatakan tidak dapat BAK seperti biasa dan merasakan nyeri pada daerah post op striktur uretra (cystostomi).
4. Riwayat kesehatan masa lalu/lampau
Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan informasi-informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita pada masa lalu.


5.    Pemeriksaan fisik,
Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi terhadap bagian sistem tubuh, makan akan ditemukan hal-hal sebagai berikut : Keadaan umum Pada klien post op striktur uretra perlu dilihat dalam hal : keadaan umumnya meliputi penampilan, kesadaran, gaya bicara. Pada post op striktur uretra mengalami gangguan pola eliminasi BAK sehingga dilakukan pemasangan kateter tetap.
6.    Sistem pernafasan,
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit pada lubang hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas. hal ini penting karena imobilisasi berpengaruh pada pengembangan paru dan mobilisasi secret pada jalan nafas.
7.    Sistem kardiovaskuler,
Mulai dikaji warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya peninggian vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi jantung pada dada dan pengukuran tekanan darah dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi.
8.    Sistem pencernaan,
Yang dikaji meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu makan, peristaltik usus, dan BAB. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem ini.
9.      Sistem genitourinaria,
Dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang keadaan alat-alat genitourinaria bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri waktu miksi, serta bagaimana warna urine.


10.    Sistem musculoskeletal,
Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot harus dikaji juga, karena klien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan ototnya menurun.
11.    Sistem integument,
Yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.
12.    Sistem neurosensori,
Yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi refleks.
13.    Pola aktivitas sehari-hari,
Pola aktivitas sehari-hari pada klien yang mengalami post op striktur uretra meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan kuantitas minum dan eliminasi yang meliputi BAB (Frekuensi, warna, konsistensi) serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang keluar setiap hari dan warna urine). Personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci rambut, gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut dan menggunting kuku). Olahraga (frekuensi dan jenis) serta rekreasi (frekuensi dan tempat rekreasi).
14.    Data psikososial,
Pengkajian yang dilakukan pada klien imobilisasi pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri) dan hubungan interaksi klien baik dengan anggota keluarganya maupun dengan lingkungan dimana ia berada.
Pada klien dengan post op striktur uretra dan imobilisasi adanya perubahan pada konsep diri secara perlahan-lahan yang mana dapat dikenali melalui observasi terhadap adanya perubahan yang kurang wajar dan status emosional perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam pemecahan masalah dan perubahan status tidur. Data spiritual Klien dengan post op striktur uretra perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya, keyakinan : harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan penyakitnya.

B.  Diagnose keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien striktur uretra post op menurut Marilynn E. Doengoes (2000) adalah sebagai berikut :
1.  Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi.
2.  Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.
3.  Resiko volume cairan berlebih berhubungan dengan larutan irigasi kandung kemih diabsorbsi.
4.  Resiko infeksi, hemoragi berhubungan dengan pembedahan.
5.  Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter setelah bedah.
6.  Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).
7.  Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi.

C.  Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi.
Tujuan : Gangguan pola eliminasi BAK teratasi.
Kritera Hasil : Klien dapat BAK secara spontan, tidak ada retensi, urgency, dan disuria.
Rencana Tindakan
a. Pemantauan output urine dan karateristik.
Rasional : Mendeteksi gangguan pola eliminasi BAK secara dini.
b. Mempertahankan irigasi kemih yang konstan selama 24 jam.
Rasional : Mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine.


c. Mempertahankan kepatenan dauer kateter dengan irigasi.
Rasional : Mencegah bekuan darah menyumbat kateter.
d. Mengusahakan intake cairan (2500 – 3000).
Rasional : Melancarkan aliran urine.
e. Setelah kateter diangkat, terus memantau gejala-gejala gangguan pola eliminasi BAK
Rasional : Mendeteksi dini gangguan pola eliminasi BAK.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.
Tujuan : Gangguan rasa nyaman nyeri teratasi
Kriteria Hasi : Tidak ada keluhan nyeri, tanda-tanda vital dalam batas normal, ekspresi wajah rileks.
Rencana Tindakan
a. Penyuluhan kepada pasien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
Rasional : Mengurangi kemungkinan spasmus.
b. Pemantauan pasien pada interval yang teratur selama 24 jam, untuk mengenal gejala-gejala dini spasmus kandung kemih.
Rasional : Menentukan terdapatnya spasmus kandung kemih sehingga obat-obatan bisa diberikan.
c. Memberikan obat-obatan yang dipesankan (analgetik, antispasmodik).
Rasional : Gejala menghilang.
d. Katakan pada pasien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 jam sampai 28 jam.
Rasional : Memberitahu pasien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.


3.    Resiko volume cairan berlebih berhubungan dengan larutan irigasi kandung kemih diabsorbsi.
Tujuan : Resiko kelebihan volume cairan teratasi.
Kriteria Hasil : Tidak ada kelebihan volume cairan, balance cairan seimbang.
Rencana Tindakan
a. Pantau intake dan output dalam 24 jam.
b. Kaji tanda-tanda kelebihan volume cairan.

4. Resiko infeksi, hemoragi berhubungan dengan pembedahan.
Tujuan : Resiko infeksi teratasi
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital dalam batas normal, hasil lab dalam batas normal.
Rencana Tindakan
a. Pemantauan tanda-tanda vital, melaporkan gejala-gejala shock dan demam.
Rasional : Mencegah sebelum terjadi shock.
b. Pemantauan warna urine darah merah segar bukan merah tua beberapa jam setelah bedah baru.
Rasional : Warna urine berubah dari merah segar menjadi merah tua pada hari ke 2 dan ke 3 setelah operasi.
c. Penyuluhan kepada pasien agar mencegah manuver valsava.
Rasional : Dapat mengiritasi, perdarahan prostat pada periode dini pasca bedah akibat tekanan.
d. Mencegah pemakaian termometer rectal, pemeriksaan rectal atau huknah sekurang-kurangnya 1 minggu.
Rasional : Dapat menimbulkan perdarahan.
e. Mempertahankan teknik aseptik dari sistem drainase urine, irigasi bila perlu saja.
Rasional : Meminimalkan resiko masuknya kuman yang bisa menyebabkan infeksi.
f. Mengusahakan intake yang banyak.
Rasional : Dapat menurunkan resiko infeksi.

5.    Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter setelah bedah.
Tujuan : Inkontinensia, stress teratasi.
Kriteria Hasil : Tidak ada inkontinensia, tidak ada stress.
Rencana Tindakan
a. Pengkajian terjadi tetesan urine setelah kateter diangkat.
Rasional : Mendeteksi kontinen.
b. Katakan kepada pasien bahwa itu biasa dan kontinen akan pulih.
Rasional : Pasien harus dibesarkan harapannya bahwa ia itu normal.
d. Penyuluhan latihan-latihan perineal.
Rasional : Bantuan untuk mengendalikan kandung kemih.

6. Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).
Tujuan : Resiko disfungsi seksual teratasi.
Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda disfungsi seksual.
Rencana Tindakan
a. Beri intervensi kepada pasien bahwa dalam berhubungan seksual, pengeluaran sperma akan melalui lumen buatan..
Rasional : Klien mengatakan perubahan fungsi seksual.
b. Berikan informasi menurut kebutuhan. Kemungkinan kembali tingkat fungsi seperti semula. Kejadian ejakulasi retrograde (air kemih seperti susu). Mencegah hubungan seksual 3 sampai 4 minggu setelah operasi.
Rasional : Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas, dan berdampak disfungsi seksual.


7.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi.
Tujuan : Kurang pengetahuan teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengerti tentang penyakitnya dan perawatan di rumah.
Rencana Tindakan
a.    Penyuluhan kepada pasien. Mencegah aktivitas berat 3 sampai 4 minggu setelah operasi.
Rasional : Dapat menimbulkan perdarahan.
b.    Mencegah mengedan waktu BAB selama 4 sampai 6 minggu, memakai pelunak tinja laksatif sesuai kebutuhan.
Rasional : Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan untuk mengedan waktu BAB.
c. Anjurkan minum sekurang-kurangnya 2500 sampai 3000 ml/hari.
Rasional : Dengan pemberian minum yang banyak maka klien akan BAK dan tidak terjadi penyumbatan.

D.  Implementasi
Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang direncanakan oleh perawat. Dalam melaksanakan proses keperawatan harus kerjasama dengan tim kesehatan-kesehatan yang lain keluarga klien dan dengan klien sendiri, yang meliputi 3 hal :
1.    Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada.
2.    Mengidentifikasi respon klien.
3.    Mendokumentasikan/mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan dan respon pasien. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan : Kebutuhan klien. Dasar dari tindakan. Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari perawat. Sumber-sumber dari keluarga dan klien sendiri. Sumber-sumber dari instansi.


Pendekatan yang digunakan adalah independent, dependen dan interdependen.
a. Secara mandiri (independen) Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi rekasi karena adanya stressor (penyakit), misalnya :
1) Membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
2) Melakukan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus.
3) Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar.
4) Menciptakan lingkungan terapeutik.
b.  Saling ketergantungan /kolaborasi (interdependen) Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesame tim perawatan atau kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterapi, analisis kesehatan, dll.
c.  Rujukan / ketergantungan Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain diantaranya dokter, psikologis, psikiater, ahli gizi, fisioterapi, dsb. Pada penatalaksanaannya tindakan keperawatan dilakukan secara :
1)  Langsung : ditangani sendiri oleh perawat
2) Delegasi : diserahkan kepada orang lain/perawat lain yang dapat dipercaya.

E.  Evaluasi
Menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986, dalam Craven & Hirnle, 2000), evaluasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Evaluasi proses. Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.
2. Evaluasi hasil. Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan. Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan. Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi. Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.



PENUTUP

A.  Kesimpulan
Intervensi di tetapkan berdasarkan prioritas masalah sedangkan tujuan, criteria hasil, dan rencana tindakan di tetapkan berdasarkan masalah yang ada.
urethrotomy gagal tidak kondisi-hasil jangka panjang bedah perbaikan. Dengan ikutan diperpanjang, tingkat keberhasilan menurun urethroplasty dengan waktu namun ternyata masih lebih tinggi dari urethrotomy.

B. Saran
Saran yang perlu disampaikan kepada kita sebagai calon  perawat hendaknya kita sebagai calon  perawat agar setiap rencana tindakan yang dilakukan hendaknya didokumentasikan secara lengkap dan tepat.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar